AromaRPM # November 2013, Sayup-sayup bersautan adzan mahrib daerah Sukoharjo mulai terdengar ketika saya selesai mempersiapkan segalanya untuk memulai perjalanan malam ini. Dan malam pun sudah beranjak datang ketika saya memulai perjalanan mudik ke kampung halaman istri saya, Pekalongan. Selepas sholat mahrib, bissmillah saya memulai perjalanan, chek point pertama adalah boyolali, kampung halaman saya. Tidak ada yang spesial perjalanan Sukoharjo Boyolali karena memang rute yang saya pilih relatif sepi seperti di artikel terdahulu. Menjelang waktu sholat isya saya sampai di kampung saya, bersih2, makan sambil bercengkrama, sholat dan pada akhirnya mempersiapkan diri untuk melanjutkan perjalanan.

Jam tangan digital yang sedari SMA sudah menemani saya sudah menunjukan pukul 21.00 wib, namun hujan lebat justru malah turun, sempat di suruh berangkat esok pagi buta, namun karena terbatas nya hari libur hal itu urung saya kabulkan. Start engine n goo… menerobos malam dan deras nya hujan bulan november… Melintasi malam nya lingkar selatan Salatiga sembari hujan seakan bisikan “sudah balik saja” membuat saya sedikit ragu. Mungkinkan semua itu pertanda? Iyaaa itu sebuah pertanda yang menuntun saya supaya tidak mengalami kejadian tak terduga di alas roban. Namun semua terlambat, ego saya lebih kuat…

Tengah malam saya sampai di daerah brangsong kendal, hujan, capek dan lapar membuat badan ini serasa berjalan tanpa jaket di kutub. Bergerak peralahan beriringan dengan truk-truk malam yang masih mencari2 tempat istirahat saya melewati pantura di tengah gelapnya malam. Tibalah di tanjakan pertigaan plelen, dimana di depan adalah alas roban dengan segudang kisahnya, dan ini tengah malam. Masih untung saya melewati plelen, tidak memutar di jalur lama dan baru yang tidak hanya gelap tapi juga jauh. Sampai atas pun tidak ada yang istimewa, karena alas roban yang dulu sungguh tidak ada lagi. Ntah sudah pukul berapa saya melewati banyuputih, sampailah di titik di sekitar subah yang terlihat cuma pohon jati besar-besar di kiri dan kanan, gelaap sungguh gelap. Tak ada sepeda motor yang melintas, hanya menyisakan truk2 yang masih berjuang menanjak dan bis malam yang sudah mencapai top speed nya.

Hujan sudah berhenti udara dingin pun sudah berganti dengan panas nya pantura, tak jauh dari subah/tulis, di tengah-tengah santainya perjalanan saya melihat ada seorang kakek berdiri terdiam di tengah median jalan, menunggu mau menyebrang. Mengenakan sarung yang menutupi tubuh dari leher sampai lutut nya, tanpa menoleh, namun menunggu saya lewat. Tidak ada yang aneh, saya merespon dengan memperlambat laju motor dan sedikit menepi, namun tiba2 kakek itu wwuuuuuuzzzz… melangkah ke jalan, satu langkah dari median langsung sampai di pinggir jalan dan tepat di depan ku. Saya yang sudah di tepi kiri hanya bisa bengong dan kageet, apa ini… tak ada jeda untuk berpikir apalagi menghindar, tiba2 bwwwuuuuuzzzz….. sebelum kakek itu menapakan kaki saya sudah melewati tubuhnya… dinggiiiiin sedingin dinginya… jauh lebih dingiiin dari guyuran hujan boyolali-semarang. Walaupun cuma sepersekian detik rasanya tak karuan, dingin dan bulu kuduk merinding semua. Seperti kita menabrak asap, tak kerasa namun kita didalamnya, suhu nya saja yang beda. Bengong dan gemetaran sepanjang perjalanan, tak yakin dengan yang sudah dilalui. Brkali-kali berhenti namun tetap saja gemetaran setiap ingat. Tibalah saya di spbu terdekat, berhenti.

Sambil gemetaran saya buka jaket dan perlengkapan lain. Basah kaos saya dengan keringat tubuh yang mengucur deras. Karena saking deras nya kaos pun pada akhirnya saya buka. Hal ini mungkin yang menimbulkan kecurigaan petugas spbu, bapak2 paruh baya mendekat dan bertanya, saya cerita sambil tetap gemetaran. Bapak itu pun mengiyakan, bahwa sering ada pengedara yang mengalami seperti saya, namun beruntung saya tidak terjatuh. Disuruhlah saya berwudhu dan cuci muka, lalu istirahat dan melanjutkan perjalanan jika memang sudah tenang.

Alas Roban dengan segala kisahnya…